Integrasi OBA ke JKN Membuka Akses Pengobatan Herbal Terstandarisasi dan Pasar Baru
Tanggal Posting : Rabu, 16 April 2025 | 10:59
Liputan : Redaksi OMAIdigital.id - Dibaca : 121 Kali
Integrasi OBA ke JKN Membuka Akses Pengobatan Herbal Terstandarisasi dan Pasar Baru
Indonesia dapat menjadikan kekayaan alamnya sebagai kekuatan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

OMAIdigital.id- Kebijakan pemanfaatan Obat Bahan Alam (OBA) dalam sektor pelayanan kesehatan formal perlu dioptimalkan. Pemerintah dapat mendorong penggunaan obat berbasis bahan alam dalam layanan kesehatan primer, dengan memastikan adanya regulasi yang jelas serta dukungan dari tenaga medis.

Integrasi Obat Bahan Alam (OBA) ke dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pengobatan berbasis herbal yang terstandarisasi, sekaligus membuka pasar baru bagi industri obat tradisional di dalam negeri.

Demikian antara lain dikemukakan oleh Mohamad Kashuri, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI. dalam artikelnya berjudul: "Mengubah Kekayaan Hayati Jadi Kekuatan Ekonomi Indonesia" yang dipublikasikan di web upeks.co.id

Berikut ini, artikel lengkapnya:

Indonesia, dengan kekayaan alam yang melimpah, memiliki potensi besar untuk mencapai kemandirian ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya hayati. Namun, hingga kini, pemanfaatan tersebut belum optimal. Untuk mewujudkan kemandirian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diperlukan strategi inovatif dan solutif yang dapat diterapkan secara nyata, bukan sekadar wacana normatif.

Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas dengan lebih dari 30.000 spesies tumbuhan yang telah teridentifikasi. Dari jumlah tersebut, sekitar 9.600 spesies diketahui memiliki khasiat sebagai obat. Keanekaragaman ini mencakup tanaman obat, rempah-rempah, hasil hutan non-kayu, serta sumber daya laut yang melimpah.

Pemanfaatan sumber daya ini dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sayangnya, selama ini, Indonesia cenderung mengekspor sumber daya alam dalam bentuk mentah, sehingga nilai tambah ekonomi yang diperoleh rendah.

Selain itu, industri pengolahan hasil alam masih terbatas, menyebabkan ketergantungan pada produk impor dan kehilangan peluang penciptaan lapangan kerja. Kurangnya investasi dalam penelitian dan pengembangan juga menjadi kendala dalam menciptakan inovasi produk berbasis sumber daya hayati.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa langkah strategis yang realistis dan dapat diterapkan segera perlu dilakukan. Pertama, mendorong hilirisasi sumber daya alam dengan membangun industri pengolahan di dalam negeri akan meningkatkan nilai tambah produk dan menciptakan lapangan kerja.

Sebagai contoh, hilirisasi nikel yang diterapkan pemerintah telah meningkatkan nilai ekspor dari Rp.45 triliun pada 2015 menjadi Rp.520 triliun pada 2023. Langkah serupa perlu diterapkan dalam sektor sumber daya hayati agar Indonesia tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah, tetapi juga pemain utama dalam industri berbasis alam.

Pendirian pabrik ekstraksi bahan alam, pengolahan rempah-rempah, serta industri farmasi berbasis herbal adalah langkah konkret yang dapat segera diwujudkan.

Selain hilirisasi, peningkatan investasi dalam riset dan pengembangan harus menjadi prioritas. Inovasi produk berbasis kekayaan hayati, seperti pengembangan biofuel dari kelapa sawit dan tanaman lain, dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta mendukung ekonomi hijau.

Dukungan pemerintah dalam bentuk insentif bagi industri yang berinvestasi dalam penelitian juga menjadi kunci dalam percepatan inovasi. Negara seperti Korea Selatan dan Jerman berhasil membangun industri berbasis riset dengan memberikan subsidi dan insentif fiskal bagi perusahaan yang berinvestasi dalam inovasi.

Strategi lain yang perlu diperkuat adalah menarik investasi asing untuk mendirikan pabrik berbasis bahan alam di Indonesia. Pemerintah dapat memberikan insentif pajak, kemudahan perizinan, serta jaminan kepastian hukum bagi investor yang ingin berinvestasi di sektor ini.

Dengan adanya pabrik pengolahan di dalam negeri, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku farmasi dan kosmetik, sekaligus meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global. Kemitraan dengan perusahaan multinasional dalam bentuk joint venture juga bisa menjadi strategi efektif untuk alih teknologi dan peningkatan kapasitas industri domestik.

Selain aspek industri, kebijakan pemanfaatan obat bahan alam dalam sektor pelayanan kesehatan formal perlu dioptimalkan. Pemerintah dapat mendorong penggunaan obat berbasis bahan alam dalam layanan kesehatan primer, dengan memastikan adanya regulasi yang jelas serta dukungan dari tenaga medis.

Integrasi obat bahan alam ke dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pengobatan berbasis herbal yang terstandarisasi, sekaligus membuka pasar baru bagi industri obat tradisional di dalam negeri.

Pemberdayaan masyarakat lokal juga memegang peranan penting dalam memastikan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya hayati. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dan pengolahan sumber daya, kesejahteraan dapat meningkat sekaligus menjaga kelestarian alam.

Program seperti replanting kelapa sawit yang melibatkan petani kecil terbukti mampu meningkatkan produksi serta memenuhi permintaan biofuel. Program serupa dapat diterapkan dalam sektor hortikultura dan pertanian berbasis organik, yang memiliki pasar ekspor yang besar.

Kolaborasi antara industri dan akademisi juga harus diperkuat melalui mekanisme pendanaan riset yang lebih fleksibel. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah pemanfaatan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai substitusi pendanaan R&D di industri.

Dengan skema ini, perusahaan dapat mengalokasikan dana CSR untuk mendanai riset akademik yang berorientasi pada pengembangan produk berbasis bahan alam. Model kerja sama ini tidak hanya mengurangi beban finansial industri dalam melakukan inovasi, tetapi juga memastikan bahwa hasil penelitian akademik dapat langsung diadopsi oleh industri, mempercepat proses komersialisasi produk inovatif.

Membangun kawasan industri hijau yang memanfaatkan energi terbarukan juga menjadi solusi penting. Indonesia memiliki potensi besar dalam energi hijau, seperti geothermal, hydropower, dan tenaga surya, yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung industri berbasis sumber daya hayati. Kawasan industri hijau ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga memberikan daya saing tinggi bagi produk Indonesia di pasar global yang semakin menuntut keberlanjutan.

Peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendidikan bagi tenaga kerja juga harus menjadi perhatian utama. Dengan tenaga kerja yang terampil, industri pengolahan sumber daya hayati dapat berjalan lebih efektif dan kompetitif di pasar global. Kerja sama antara perguruan tinggi, lembaga riset, dan industri perlu ditingkatkan agar lulusan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Untuk memastikan keberhasilan strategi ini, diperlukan indikator keberhasilan yang jelas dan terukur. Dalam lima tahun ke depan, nilai ekspor produk olahan berbasis sumber daya hayati harus meningkat sebesar 50%.

Anggaran riset dan pengembangan perlu ditingkatkan hingga mencapai 2% dari PDB. Selain itu, penciptaan satu juta lapangan kerja baru di sektor industri pengolahan sumber daya hayati harus menjadi sasaran utama.

Dengan mengurangi ekspor bahan mentah sebesar 30% dan meningkatkan kapasitas pengolahan domestik, Indonesia dapat mencapai kemandirian ekonomi berbasis alam. Keberhasilan ini dapat diukur melalui peningkatan jumlah paten di bidang bioteknologi, jumlah usaha mikro dan kecil berbasis alam yang naik kelas menjadi industri menengah, serta pertumbuhan investasi sektor manufaktur berbasis sumber daya hayati.

Pemanfaatan optimal kekayaan hayati Indonesia melalui strategi hilirisasi, investasi riset dan pengembangan, pemberdayaan masyarakat, pengembangan industri hijau, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia merupakan langkah strategis menuju kemandirian ekonomi.

Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, Indonesia dapat menjadikan kekayaan alamnya sebagai kekuatan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Strategi ini bukan hanya sekadar teori, tetapi bisa diwujudkan dengan langkah konkret, berbasis data, serta berorientasi pada hasil nyata bagi kesejahteraan rakyat. Redaksi OMAIdigital.id


Kolom Komentar
Berita Terkait

Copyright 2024. All Right Reserved

@omaidigital.id

MENULIS sesuai FAKTA, MENGABARKAN dengan NURANI

Istagram dan Youtube: