BPOM lakukan pilot project e-labelling obat di Indonesia untuk tingkatkan kemudahan akses informasi obat. |
OMAIdigital.id- Melalui tahapan pilot project BPOM mengeluarkan kebijakan e-labelling obat di Indonesia pada Rabu, 13 Desember 2023. E-labelling adalah label elektronik yang mencakup informasi produk untuk tenaga kesehatan dan pasien yang dapat diakses melalui pembacaan barcode dua dimensi (2D barcode).
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI, L Rizka Andalusia menjelaskan penerapan kebijakan e-labelling dilakukan sesuai Keputusan Kepala BPOM Nomor 317 Tahun 2023 tentang Penerapan Pilot Project E-Labelling dan perkembangan teknologi informasi.
Menurut Rizka, penggunaan e-labelling menawarkan beberapa manfaat, yaitu kemudahan akses informasi produk serta perluasan dan percepatan penyebaran informasi produk terkini yang lebih efektif dan efisien.
"Sejumlah negara di Eropa, Singapura, dan Jepang telah menerapkan hal ini. Informasi produk dapat diakses melalui pemindaian satu QR code yang tertera pada kemasan luar produk," jelasnya.
- Berita Terkait: Menkes Apresasi Nakes Kembangkan Herbal. Ada Dua Pendekatan Inovasi Obat Bahan Alam
- Berita Terkait: Badan POM Terbitkan Buku Informatorium OMAI Saat COVID-19
- Berita Terkait: Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences, Pusat Riset OMAI yang Mendunia
Dikutip dari laman Badan POM, di sisi lain, kesiapan masyarakat dalam hal mendapatkan informasi obat yang dibutuhkan dengan adanya penerapan e-labelling perlu diantisipasi. Oleh karena itu, penerapan kebijakan e-labelling diawali dengan pilot project terlebih dahulu.
Pilot project e-labelling dilakukan melalui tahapan persiapan pelaksanaan yang dilakukan paling lambat tiga bulan setelah keputusan ini ditetapkan. Selanjutnya, pada tahap implementasi pilot project e-labelling dilaksanakan selama dua tahun setelah tahap persiapan.
Berikutnya adalah tahap pengumpulan data, tahap analisis data dan evaluasi, tahap kesimpulan sementara, dan tahap pelaporan akhir.
Selanjutnya dari Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif, yang diwakili oleh Togi Junice Hutadjulu, menyampaikan bahwa melalui pilot project ini, dapat dilihat efektivitas dan dampak penerapan kebijakan e-labelling bagi pemerintah, pelaku usaha, tenaga kesehatan, dan konsumen. Hasil pilot project akan menjadi dasar untuk penentuan keberlanjutan penerapan e-labelling pada produk obat.
Sementara itu, Direktur Standardisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif, Tri Asti Isnariani ikut menambahkan terkait implementasi kegiatan ini. Ia menyebut bahwa pilot project diikuti oleh 28 industri farmasi yang terdiri dari 12 perusahaan modal asing dan 16 perusahaan modal dalam negeri dengan 113 obat yang meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan/atau obat keras.
Lebih lanjut, Kepala Pusat Data dan Informasi BPOM, yang diwakili oleh Dwi Resmiyarti, memberikan paparan terkait teknis sistem informasi pendukung pilot project e-labelling. Dengan sistem e-labelling, masyarakat dapat melakukan scan secara langsung 2D barcode yang tertera pada produk dan mendapatkan informasi seputar nomor izin edar (NIE) produk, masa berlaku NIE, komposisi, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, hingga nama produsen dan/atau importir.
Dalam sesi diskusi, Asisten Deputi Peningkatan Pelayanan Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dr. Nia Reviani berharap program ini tidak hanya menjadi sekadar pilot project.
"Perlu sinergi dengan kementerian dan lembaga, industri yang akan menjalankan, dan masyarakat yang akan menerima manfaat. Semoga e-labelling bisa memberikan keamanan bagi masyarakat terkait produk obat. Kemenko PMK akan memberikan dukungan untuk program ini dapat terlaksana dari segi kebijakan dan kerja sama lintas sektor," jelasnya. Redaksi OMAIdigital.id