![]() |
| BPOM menggelar Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Farmakovigilans pada Program Kesehatan Masyarakat di Jakarta, ini dia tujuannya. |
OMAIdigital.id- BPOM menggelar Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Farmakovigilans pada Program Kesehatan Masyarakat di Jakarta, Selasa, 10 Oktober 2023. Kegiatan ini digelar dalam rangka berbagi pengalaman dalam farmakovigilans dan mengidentifikasi potensi kerja sama antar lintas sektor dalam memperkuat farmakovigilans.
Perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, industri farmasi, Indonesia AIDS Coalition (IAC), komunitas pasien, dan akademisi turut hadir dalam kegiatan ini.
Kepala BPOM, Penny K. Lukito, menyampaikan farmakovigilans dilakukan untuk meminimalisasi dampak risiko kejadian yang tidak diinginkan (KTD) ataupun efek samping obat (ESO) lebih luas pada masyarakat.
"Kegiatan farmakovigilans pada program kesehatan masyarakat di Indonesia sudah berjalan melalui surveilan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) dalam program imunisasi dan monitoring efek samping obat (MESO) aktif dalam program Tuberkulosis Resistan Obat (TB RO)", ungkap Kepala BPOM.
- Berita Terkait: Kementerian Kesehatan Bentuk Satgas Geber Fitofarmaka. Upaya Strategis Percepat Kemandirian Obat
- Berita Terkait: 9 Butir Usulan Pengembangan Fitofarmaka. Diantaranya Fitofarmaka Dicover BPJS Kesehatan
- Berita Terkait: Kabar Gembira, Produk OMAI di Apresiasi Dokter Indonesia dan Mancanegara
Dikutip dari website BPOM, Inovasi dalam farmakovigilans penting untuk mengatasi rendahnya pelaporan KTD/ESO. "BPOM mengembangkan e-MESO mobile di android untuk memudahkan pelaporan oleh tenaga kesehatan, industri farmasi, dan UPT BPOM", jelas Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif, Togi Junice Hutadjulu, dalam paparannya.
Lebih lanjut beliau menyampaikan BPOM juga melakukan perkuatan regulasi farmakovigilans melalui Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerapan Farmakovigilans yang berisi penambahan ketentuan umum terkait definisi Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional.
Kegiatan farmakovigilans dilakukan dari level nasional hingga daerah. "BPOM telah melakukan perkuatan jejaring lintas sektor salah satunya pembentukan focal point farmakovigilans di dinas kesehatan provinsi dan rumah sakit", ujar Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif.
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa pada tahun 2022, BPOM telah membentuk focal point di beberapa daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Bandar Lampung.
Salah satu farmakovigilans yang dilakukan adalah pemantauan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas PP KIPI), Hindra Irawati Satari, menyampaikan bahwa pemantauan KIPI dilakukan oleh tim yang independen untuk menilai hubungan sebab akibat antara vaksin dan efek samping yang dirasakan. "Komite Nasional dan Komite Daerah melakukan investigasi atas KIPI vaksin, namun untuk obat belum ada", jelas Ketua Komnas PP KIPI.
Selain vaksin, pemantauan dilakukan pada penggunaan obat untuk tuberkulosis. "Farmakovigilans pada terapi TB RO dilakukan karena obat-obat TB RO punya toksisitas yang tinggi sehingga banyak menimbulkan efek samping", Jelas Dokter dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Erlina Burhan.
Lebih lanjut beliau menjelaskan pemantauan keamanan obat TB RO mencakup penilaian klinis dan laboratorium yang aktif dan sistematis, efek samping yang terdeteksi ditindaklanjuti oleh petugas pemantau, dan standarisasi data yang dikumpulkan.
Farmakovigilans yang dilakukan BPOM terintegrasi dengan World Health Organization (WHO). "Indonesia telah menjadi full member dari WHO Programme for International Drug Monitoring (PIDM) sejak 1975 dan saat ini sudah ada 153 full member dan 22 associate member", jelas National Professional Officer for Essential Drugs and Medicines WHO, Liyana Rakinaturia.
Lebih lanjut beliau menyampaikan data yang dikumpulkan oleh BPOM masuk ke dalam vigybase yaitu sistem manajemen database berisi 30 juta laporan dugaan efek samping obat yang disampaikan sejak tahun 1968 dari seluruh dunia.
Kegiatan FGD ini dilanjutkan dengan tanggapan dari mitra lintas sektor. Perwakilan dari Kementerian Kesehatan menyampaikan harapannya e-MESO BPOM bisa terintegrasi dengan Sistem Monitoring Logistik Imunisasi berbasis Elektronik (SMILE) Information System yang digunakan untuk memantau peredaran vaksin di puskesmas seluruh Indonesia secara real time.
Perwakilan dari Indonesia AIDS Coalition (IAC) menyampaikan harapannya bahwa monitoring penggunaan obat untuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) bisa mencontoh sistem pemantauan vaksin dan TB RO.
Kegiatan FGD ditutup dengan menyusun dokumen rencana tindak lanjut. Dokumen tersebut berisi masukan lintas sektor untuk meningkatkan partisipasi petugas kesehatan agar melaporkan efek samping dari penggunaan obat.
Kemudian e-MESO diharapkan dapat menerima laporan pasien secara langsung dan digunakan untuk melaporkan kasus selain vaksin dan TB RO seperti HIV dan penyakit yang berkaitan dengan kesehatan mental. Redaksi OMAIdigital.id



















