![]() |
Obat Herbal yang sudah teruji klinis- yang tercantum pada Formularium Fitofarmaka sangat strategis untuk dimasukkan dalam sistem BPJS Kesehatan. |
OMAIdigital.id- Indonesia memiliki sumber daya alam hayati yang besar dan sebagian telah dimanfaatkan sebagai ramuan obat oleh masyarakat secara turuntemurun. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian, terus dilakukan penelitian dan inovasi untuk memanfaatkan kekayaan alam hayati sebagai bahan baku obat tradisional, termasuk Ftofarmaka.
Pengembangan bahan baku obat tradisional sangat strategis dalam mendorong kemandirian sediaan farmasi di Indonesia.
Fitofarmaka merupakan hasil pengembangan dari pemanfaatan bahan alam Indonesia, telah melalui standardisasi produk dan dibuktikan keamanan serta khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinik dan uji klinik demi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Meskipun Fitofarmaka sudah memiliki evidence-based, pemanfaatannya belum optimal.
Formularium Fitofarmaka berisi Pedoman Penyusunan dan Penerapan Formularium Fitofarmaka, Daftar Fitofarmaka, dan Informasi Produk Fitofarmaka. Produk Fitofarmaka yang tercantum dalam Formularium Fitofarmaka telah diseleksi oleh Komite Nasional Penyusunan Formularium Fitofarmaka berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Demikian sambutan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dr. Lucia Rizka Andalucia, Apt.,M.Pharm., M.A.R.S. dalam Buku Formularium Fitofarmaka yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan pada Mei 2022.
Untuk itu, kini perlu dilakukan evaluasi, agar tujuan Formularium Firofarmaka dapat optimal diimplementasikan dan dapat menjadi solusi untuk mewujudkan kemandirian kefarmasian nasional.
Fitofarmaka yang kini dikenal sebagai Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) perlu terus didorong agar menjadi bagian dari upaya Kemandirian Kafarmasian Nasional untuk mendukung Kemandirian Kesehatan Nasional.
- Berita Terkait: DPR Apresiasi Obat Herbal OMAI untuk Mendukung Kemandirian Farmasi di Indonesia
- Berita Terkait: Memperkokoh Brand Produk OMAI- Brand Made In Indonesia ke Pasar Dunia
- Berita Terkait: 54 Tahun Dexa Group: Pioner Mewujudkan Kemandirian Farmasi Nasional
Evaluasi Pengembangan & Pemanfaatan Fitofarmaka
Menurut DR. (Cand.), dr. Inggrid Tania, M.Si (Herbal) Inggrid Tania, KetuaUmum PDPOTJI (Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia) pada Focus Group Discussion Penyusunan Rencana Aksi Gerakan Bersama Pengembangan Fitofarmaka- yang diadakan Kementerian Kesehatan pada 5 September 2023, ada 9 butir usulan untuk pengembangan Fitofarmaka.
Ada sejumlah problem, dalam analisa Ketum PDPOTJI, mengenai Pemanfaatan Fitofarmaka saat ini, yaitu:
- Penggunaan Fitofarmaka oleh Masyarakat dan PerTenaga Medis/Tenaga kesehatan masih minim.
- karena masih banyak Masyarakat dan tenaga medis/ tenaga Kesehatan yang belum tahu perbedaan antara fitofarmaka dengan jamu dan OHT.
- Karena tidak ada kurikulum inti tentang herbal di Fakultas Kedokteran.
- Karena tidak ada satupun fitofarmaka yang dicover JKN/ BPJS Kesehatan.
- Karena tidak ada satupun fitofarmaka yang dimasukkan dalam PPK dan PNPK.
- Karena kurangnya dukungan dari OP (IDI).
Inggrid Tania juga memberikan catatan tentang Pengembangan dan Penelitian Fitofarmaka yang masih minim, yaitu:
- Karena kurangnya insentif dan reward untuk petanidan industri penghasil Fitofarmaka.
- Karena belum adanya jaminan ketersediaan bahan baku yang terstandar.
- Karena adanya kesulitan menentukan metode uji klinik yang sesuai, yang dapat memperbesar kemungkinan dihasilkannya efficacy/effectiveness yang berbeda bermakna secara statistik, namun tetap dengan keketatan saintifik
- Karena biaya penelitian-penelitian calon Fitofarmaka mulai dari penelitian pendahuluan sampai uji klinik sangat besar.
Berikut ini 9 Butir Masukan untuk Percepatan Pengembangan & Pemanfaatan Fitofarmaka yang disampaikan oleh Ketum PDPOTJI:
- Edukasi kepada Masyarakat tentang keunggulan Fitofarmaka dan perbedaannya dengan Jamu dan OHT.
- Continuous education untuk tenaga medis/tenaga Kesehatan tentang obat bahan alam (OBA)
- Mewajibkan kurikulum inti tentang herbal di Fakultas Kedokteran.
- Formularium Fitofarmaka perlu dicover JKN/BPJS Kesehatan.
- Formularium Fitofarmaka perlu dimasukkan dalam PPK dan PNPK, tanpa perlu menunggu dukungan dari OP/IDI.
- Perlu ada insentif dan reward untuk petani dan industri penghasil Fitofarmaka.
- Perlu segera ada jaminan ketersediaan bahan baku yang terstandar.
- Pemerintah perlu memberikan porsi pembiayaan yang lebih besar dari pada industri dalam melaksanakan penelitian-penelitian calon Fitofarmaka sampai uji klinik.
- Perlu memikirkan bagaimana menentukan metode uji klinik yang sesuai, yang dapat memperbesar kemungkinan dihasilkannya efficacy/effectiveness yang berbeda bermakna secara statistik, namun tetap dengan keketatan saintifik. Redaksi OMAIdigital.id