Wawancara Khusus Ketum PDPOTJI: Para Dokter Menyambut Baik Peresepan Obat Bahan Alam
Tanggal Posting : Sabtu, 3 Agustus 2024 | 06:14
Liputan : Redaksi OMAIdigital.id - Dibaca : 479 Kali
Wawancara Khusus Ketum PDPOTJI: Para Dokter Menyambut Baik Peresepan Obat Bahan Alam
Sambutan atusias para Dokter untuk meresepkan Obat Bahan Alam akan mempercepat proses Kemandirian Obat Nasional dengan menggunakan Obat Bahan Alam untuk para pasien.

OMAIdigital.id- Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan. Ditetapkan di Jakarta pada 26 Juli 2024.

Diundangkan pada 26 Juli 2024 oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan di catat pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 135.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, Pasal 929, Ayat 1-3, berbunyi:

(1) Obat Bahan Alam dapat digunakan secara mandiri oleh masyarakat atau digunakan untuk kepentingan Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

(2) Obat Bahan Alam yang digunakan untuk kepentingan Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan berdasarkan resep.

(3) Obat Bahan Alam yang digunakan untuk kepentingan Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan mengacu pada formularium yang ditetapkan oleh Menteri.

Sebuah babak baru, kebijakan ini untuk mendorong penggunaan obat herbal di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di seluruh Indonesia oleh para dokter.

Berikut ini wawancara khusus Redaksi OMAIdigital.id dengan Ketua Umum PDPOTJI, Dr. (Cand.) dr. Inggrid Tania, M.Si, terkait kewenangan para dokter meresepkan OBA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan:

1.Dokter sudah diberikan wewenang untuk meresepkan obat bahan alam di Yankes. Bagaimana prosedur dan mekanismenya?

Alhamdulillah PP Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024 ini memang ditunggu-tunggu sekali. Karena sempat tertunda dikeluarkannya, namun akhirnya janji Menkes dan juga DPR akhir Juli 2024 alhamdulillah betul terlaksana. Ini memang perjuangan panjang.

Bertahun-tahun mengusulkan ini, dapat dikatakan perjuangan sejak tahun 2014. Kalau saya pribadi sudah mengusulkan, kemudian PDPOTJI lahir tahun 2019, kami juga sangat intens mengusulkan ini kepada regulator. Jadi tidak hanya kepada Menkes tetapi juga ke DPR.

Nah bagaimana prosedur dan mekanismenya, sebetulnya kalau untuk persepan obat-bahan alam yang sudah teregistrasi di Badan POM atau sudah memiliki izin edar dari Badan POM, itu sebetulnya dapat langsung saja.

Jadi tanpa perlu prosedur khusus atau mekanisme-mekanisme khusus. Jadi yang penting di sini para dokter sudah tahu, sudah menguasai pengetahuan tentang Jamu, OHT-Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka dan Obat Bahan Alam lainnya.

Terutama bagaimana pengetahuannya tentang cara pemakaian yang aman dan efektif. Juga jika dikombinasi dengan obat konvensional, setiap individu dokternya memang sudah tahu penggunaan, cara kombinasinya secara aman dan efektif.

Maka dari itu, untuk calon-calon dokter memang sesuai regulasi PP ini didorong setiap fakultas kedokteran, fakultas farmasi atau fakultas ilmu kesehatan yang intinya- nantinya menghasilkan tenaga medis dan tenaga kesehatan sebetulnya didorong untuk dapat memberikan kurikulum pendidikan yang menginkorporasikan ilmu tentang Obat Bahan Alam.

Jadi, yang penting itu. Kemudian kalau untuk dokter-dokter yang sudah lulus, yang mana pada masa pendidikannya di fakultas kedokteran, misalnya dia belum pernah mendapatkan pengajaran tentang ilmu herbal atau obat-bahan alam, maka dia perlu belajar.

Belajar dalam arti kan dapat misalnya didapatkan melalui seminar, workshop, kursus, pelatihan dan sebagainya.

Jadi, ini memang tanggung jawab dalam pemakaian atau persepan Obat Bahan Alam memang sudah diserahkan sepenuhnya ke masing-masing individu dokter. Apalagi kalau dia praktek mandiri itu dapat lebih bebas. Bebas yang bertanggung-jawab tentu saja.

Ada pun kalau untuk dokter-dokter yang memang prakteknya di puskesmas, di rumah sakit, biasanya kan ada formularium, terutama yang di rumah sakit, ada formularium rumah sakit.

Jadi, biasanya persepannya mengacu pada formularium di setiap Fasyankes, misalnya formularium rumah sakit. Itu nanti diharapkan tim penyusun formularium rumah sakit ini yang dapat  memasukkan Obat Bahan Alam dalam berbagai pilihan yang banyak ke dalam formularium tersebut.

Untuk level-scope yang lebih luas, saat ini kan kita sedang berupaya di Satgas Fitofarmaka supaya minimal Fitofarmaka itu dapat dimasukkan dalam PPK (Panduan Praktik Klinis) dan PNPK (Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan).

Jadi, baik pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer maupun sekunder. Jadi, dapat dipakai oleh dokter umum maupun dokter spesialis.

Jadi, begitu saja sih sebetulnya simple itu. Nanti yang lebih rumit tentu kalau kita mencoba mewujudkan bagaimana Obat Bahan Alam, khususnya Fitofarmaka ini dapat dicover oleh BPJS Kesehatan. Itu langkah perjuangan yang panjang lagi.

2.Obat Bahan Alam seperti apa yang diresepkan oleh dokter di Yankes!?

Kemudian yang kedua Obat Bahan Alam seperti apa yang dapat diresepkan oleh dokter di Fasyankes yang dapat diresepkan tentu semua kategori atau semua golongan Obat Bahan Alam yang sudah teregistrasi atau memiliki izin edar dari Badan POM. Jadi mulai dari golongan produk Jamu, OHT- Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka dan Obat Bahan Alam lainnya.

3.Apa yang perlu dilakukan agar kewenangan tersebut dapat diimplementasikan di Yankes?

Sebetulnya sudah saya jawab pada saat saya menjawab pertanyaan pertama. Tetapi jika dokter tersebut bekerja di Fasyankes yang formal seperti puskesmas, rumah sakit, klinik itu kan biasanya ada formularium sendiri ya masing-masing itu punya formularium.

Tinggal bagaimana formularium di masing-masing tempat itu atau di masing-masing Fasyankes dibuat dengan memasukkan pilihan berbagai Obat Bahan Alam itu.

4.Bagaimana kesiapan dokter terkait kewenangan meresepkan obat bahan alam di Yankes?

Terkait kesiapan dokter terhadap ketentuan perundangan tersebut, tentu pada dasarnya siap ya. Bahkan dokter-dokter ini menyambut dengan baik ketika saya komunikasikan ini di berbagai WhatsApp Group dokter-dokter. Tapi memang yang paling siap tentu saja dokter-dokter yang sudah memiliki pengetahuan tentang Obat Bahan Alam.

Tentu saja dokter-dokter yang belum banyak teredukasi tentang Obat Bahan Alam, maka dia yang perlu menambah pengetahuannya dengan berbagai cara. Misalnya dengan mengikuti seminar, workshop, kursus, pelatihan gitu. Itu salah satunya.

Kemudian dari apa, misalnya pejabat struktural di Fasyankes itu juga sebetulnya dapat  mendorong juga agar para dokter-dokter yang bekerja di Fasyankes itu dapat lebih teredukasi terhadap Obat Bahan Alam.

5.Apakah sarannya agar OBA di Indonesia dapat terus berkembang menjadi keunggulan  daya saing bangsa?

Saran supaya Obat Bahan Alam Indonesia dapat terus berkembang menjadi keunggulan daya saing bangsa, ya memang kembali lagi kita harus meningkatkan kualitas atau mutu dari Obat Bahan Alam tersebut. Tidak hanya menjamin keamanan dan efektifitasnya atau efektifnessnya atau khasiatnya. Jadi, kualitasnya itu kan misalnya bagaimana standarisasi dari bahan baku maupun standarisasi dari produk jadi.

Itu sebetulnya kelemahan kita ya, dari hasil saya studi banding ke berbagai negara itu memang menjadi kelemahan kita. Bahkan kita masih ketinggalan dalam hal standarisasi dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Kita harus mengejar ketertinggalan itu.

Belum lama ini saya juga berdiskusi dengan profesor dari Australia. Beliau juga menyampaikan bagaimana pentingnya standarisasi ini. Bagaimana misalnya marker itu juga perlu jelas disitu supaya keamanan dan khasiat dari batch ke batch dari produk Obat Bahan Alam itu dapat konsisten. Redaksi OMAIdigital.id


Kolom Komentar
Berita Terkait

Copyright 2024. All Right Reserved

@omaidigital.id

MENULIS sesuai FAKTA, MENGABARKAN dengan NURANI

Istagram dan Youtube: