Kemenkes Wujudkan Kemandirian, Jika Obat Herbal Segera Masuk JKN
Tanggal Posting : Jumat, 16 Juni 2023 | 13:46
Liputan : Redaksi OMAIdigital.id - Dibaca : 223 Kali
Kemenkes Wujudkan Kemandirian, Jika Obat Herbal Segera Masuk JKN
Obat herbal masuk BPJS, akan memberikan multiplier effect yang besar.

OMAIdigital.id- Obat herbal yang sudah memiliki pembuktian ilmiah, sudah semestinya segera dimasukkan dalam sistem JKN-BPJS, untuk mendukung kemadirian bangsa di bidang pengobatan.

Para dokter juga sudah membuka diri untuk memberikan obat herbal di Yankes, karena para pasien juga sudah mulai meminta untuk diberikan obat herbal.

Hal ini akan menjadi babak baru dalam sistem pengobatan nasional, jika Kemenkes RI. segera mengumumkan Formularium Nasional Obat Herbal OHT dan Fitofarmaka, masuk dalam sistem pengobatan BPJS.

Untuk mendalami hal diatas, Redaksi JamuDigital.Com menampilkan pendapat DR. (Cand.). dr. Inggrid Tania, M.Si, Ketua Umum PDPOTJI (Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia)- ditengah peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2021.

"Kami sepakat dengan langkah penyusunan Fornas OHT dan FF, agar obat herbal dapat masuk di Yankes dan setelah itu masuk JKN (ditanggung BPJS Kesehatan)," tegas dr. Inggrid Tania, dalam wawancara khusus pada 1 Juni 2021.

Kalaupun belum dapat masuk JKN dalam jangka pendek, lanjut dr. Inggrid Tania, setidaknya dapat dipakai di Puskesmas dan RSUD seluruh Indonesia dengan memakai DAK (Dana Alokasi Khusus) dari setiap daerah. Ini adalah salah satu perwujudan kemandirian bangsa.

Memang ada pro dan kontranya dalam penyusunan Fornas OHT dan FF, karena ada tarik-menarik antar kepentingan. Agar penyelesaian Fornas Herbal ini dapat berjalan lancar/mulus, perlu harmonisasi regulasi Pemerintah Pusat hingga daerah. Peraturan yang tidak sejalan, agar direvisi atau diganti dengan peraturan baru.

Kita tahu, lanjut Inggrid bahwa pemberi pelayanan di Puskesmas dan RSUD adalah dokter umum, dokter spesialis dan tenaga-tenaga kesehatan. Sudah banyak diantara mereka yang memberikan pelayanan kesehatan integrasi dengan mengombinasikan obat konvensional dengan obat tradisional.

Pemakaian obat tradisional di sini umumnya sebagai pelengkap (komplementer), dan ada juga yang sebagai pengganti (alternatif jika pasien tidak dapat atau tidak mau diberikan obat konvensional), ujar dr. Inggrid Tania lebih lanjut.

Akan tetapi, Peraturan-Peraturan seperti PP 103/ 2014 tentang Yankestrad dan Permenkes turunannya (Permenkes 37/ 2017 tentang Yankestrad Integrasi, Permenkes 15/ 2018 tentang Yankestrad Komplementer) justru menginstruksikan dokter dan nakes untuk segera meninggalkan Yankestrad integrasi (tidak lagi punya wewenang memberikan pelayanan dengan obat tradisional) terhitung setelah  3 Desember 2021.

Karena ada profesi baru Nakestrad berpendidikan minimal D3 yang akan diberikan wewenang penuh dalam pelayanan dengan obat tradisional, atau dokter dan Nakes sementara waktu dapat memberikan pelayanan dengan obat tradisional sampai 2023, jika Nakestradnya belum tersedia.

Peraturan-Peraturan seperti ini yang perlu direvisi, agar dapat sejalan dan mempermulus langkah Penyelesaian Fornas OHT dan FF.

"Dokter-Dokter di Puskesmas dan RSUD sudah banyak yang membuka diri terhadap Obat Tradisional, terlebih di masa Pandemi. Apalagi terhadap OHT dan FF yang sudah memiliki pembuktian praklinis dan klinis," dr. Inggrid menggambarkan atensi para tenaga Kesehatan terhadap obat herbal.

Role model Kampo di Jepang, cocok diterapkan di Indonesia?

Betul. Sebab di Jepang, disamping para dokternya sudah memiliki pengetahuan dan kompetensi Kampo yang didapatkan di bangku pendidikan Fakultas Kedokteran dan pendidikan di Organisasi Profesi, Regulasi Pelayanan Kesehatannya juga mendukung.

Para dokter diberikan legalitas dan wewenang memberikan Pelayanan Kesehatan Integrasi (mengombinasikan obat konvensional dengan Kampo). Di samping itu, ratusan formula Kampo dijamin Asuransi Kesehatan Nasional

Obat herbal masuk BPJS, memberi multiplier effect yang besar?

Peradaban bangsa kita akan maju dan unggul, perekonomian juga lebih maju, para petani tanaman obat lebih sejahtera, penelitian akan terdorong lebih banyak dan lebih fokus, para peneliti terdorong lebih berkarya, dengan sendirinya pengembangan sains dan teknologi pertanian, budidaya tanaman obat, bioteknologi, teknologi farmasi semakin berkembang, dihasilkan obat tradisional yang makin bermutu  dan ilmu pengobatan/ kedokteran akan semakin berkembang.

Akhirnya secara keseluruhan bangsa menjadi lebih mandiri dan ekspor obat tradisional Indonesia akan lebih meningkat.

Memang tidak dapat dipungkiri, ada sebagian kecil dokter yang belum membuka diri terhadap masuknya obat tradisional/obat herbal ke Yankes.

Hal ini utamanya, dikarenakan belum mengenal kebaikan-kebaikan obat tradisional/obat herbal. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang.

Tetapi, seiring berjalannya waktu, semakin banyak dokter yang membuka diri terhadap masuknya obat herbal di Yankes.

Sebab demand atau kebutuhan atau permintaan pasien/masyarakat sudah tinggi, sehingga para dokter pun terdorong untuk mencoba mengenal dan memahami serta mempelajari manfaat obat tradisional/Obat herbal.

Yang paling ideal untuk mengenalkan obat herbal kepada dokter adalah Regulasi dari Pemerintah yang mewajibkan kurikulum herbal/pengobatan tradisional komplementer di Fakultas Kedokteran, seperti di Jepang. Dan ada pendidikan berkelanjutan di Organisasi Profesi, urai Inggrid mengakhiri penjelasannya. Redaksi OMAIdigital.id


Kolom Komentar
Berita Terkait

Copyright 2024. All Right Reserved

@omaidigital.id

MENULIS sesuai FAKTA, MENGABARKAN dengan NURANI

Istagram dan Youtube: