Data Kemenkes Ungkap Kandungan TKDN OMAI Fitofarmaka Tinggi Diatas 50 Persen
Tanggal Posting : Selasa, 28 November 2023 | 05:32
Liputan : Redaksi OMAIdigital.id - Dibaca : 1191 Kali
Data Kemenkes Ungkap Kandungan TKDN OMAI Fitofarmaka Tinggi Diatas 50 Persen
OMAI Fitofarmaka terus ditingkatkan penggunaannya di Pelayanan Kesehatan Nasional, sebagai upaya mewujudkan Kemandirian Obat Nasional.

OMAIdigital.id- Berdasarkan Laporan Kinerja Semester I Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2023 yang ditandatangani Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia, pada 31 Juli 2023 antara lain disebutkan bahwa kandungan TKDN Fitofarmaka diatas 50%.

Dalam laporan setebal 150 halaman tersebut, disebutkan bahwa dalam rangka Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian, maka sasaran kegiatan ini adalah:  (1) Meningkatnya penggunaan bahan baku obat produksi dalam negeri pada produk obat dan fitofarmaka; (2) Meningkatnya penggunaan bahan baku vaksin produksi dalam negeri pada vaksin program; dan (3) Meningkatnya vaksin program produksi dalam negeri yang mendapat pengakuan dunia internasional.

Sedangkan indikator pencapaian sasaran tersebut adalah:

  • Jumlah 10 item obat terbesar di FORNAS yang melebihi TKDN di atas 50%;
  • Jumlah 10 Fitofarmaka terbesar di Formularium Fitofarmaka yang memiliki TKDN di atas 50%;
  • Persentase kepatuhan sarana produksi kefarmasian dalam memproduksi obat JKN sesuai RKO;
  • Persentase fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan obat dengan TKDN di atas 50%;
  • Jumlah vaksin program dengan TKDN di atas 70%;
  • Jumlah vaksin program yang mendapat PQ WHO.

Pelaksanaan program kefarmasian dan alat kesehatan tidak terlepas dari kendala dan permasalahan sistemik antara lain:

1. Ketergantungan kefarmasian dan alat kesehatan pada impor. Sebesar 90% bahan baku obat (API) untuk produksi farmasi lokal masih diimpor. Kemandirian produk farmasi dan alat kesehatan dalam negeri sangat dibutuhkan untuk resiliensi sistem kesehatan, terutama dalam menghadapi krisis ke depan. Karena lebih dari 90% bahan baku obat (kandungan aktif farmasi - API) adalah produk impor, nilai impor ini mencapai 30-35% dari total nilai bisnis farmasi nasional.

2. Belanja alat kesehatan didominasi produk impor. Dari 19 konsumsi terbesar alat kesehatan, 16 di antaranya sudah diproduksi dalam negeri dan sisanya masih impor. Namun demikian, transaksi alat kesehatan melalui ekatalog selama tahun 2019-2020 masih didominasi oleh produk impor (88%) dan hanya 12% merupakan produksi lokal.

3. Budget penelitian dan pengembangan masih rendah. Indonesia sebagai lima besar negara mega biodiversity dunia berpotensi dalam mengembangkan industri obat tradisional yang memenuhi standar, baik dari sisi keamanan, mutu dan efikasi. Kendala dalam pengembangan industri obat tradisional adalah rendahnya budget penelitian dan pengembangan yaitu 0,2% total anggaran dibandingkan Amerika Serikat dan Singapura.

Pelaksanaan uji klinik di Indonesia juga masih terhitung rendah, hanya 7,6% dari total uji klinik di negara ASEAN. Jumlah uji klinik yang dilakukan di Indonesia sebanyak 787 uji, sedangkan di Thailand sebanyak 3.053 uji dan Singapura sebanyak 2.893 uji. Dalam hal peningkatan kapasitas produksi perlu dilakukan peningkatan kapasitas S.D.M, sarana, prasarana dan infrastruktur yang memadai.

4. Pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional belum optimal. Tantangan utamanya adalah memproduksi obat tradisional yang memenuhi standar, baik dari sisi keamanan, mutu dan efikasi. Masih diperlukan peningkatan kapasitas SDM, sarana, prasarana dan infrastruktur untuk meningkatkan kapasitas produksi herbal yang berorientasi ekspor hingga tahun 2024. Redaksi OMAIdigital.id


Kolom Komentar
Berita Terkait

Copyright 2024. All Right Reserved

@omaidigital.id

MENULIS sesuai FAKTA, MENGABARKAN dengan NURANI

Istagram dan Youtube: