![]() |
Banyak perusahaan Farmasi bermitra dengan startup dan akademisi AI untuk memulai program pengembangan obat. |
OMAIdigital.id- Penemuan dan pengembangan obat baru kini dapat dengan cepat diakselerasi dengan dukungan Artificial Intelligence (AI).
Namun sejatinya, dalam proses penemuan obat yang rasional didukung oleh kemajuan yang pesat dalam berbagai ilmu, antara lain: ilmu komputer, statistik, biologi molekuler, biofisika, biokimia, farmakokinetik, farmakodinamik dan kimia medisinal.
Redaksi OMAIdigital.id- menurunkan kajian pemanfaatan AI yang disampaikan oleh Prof. DR. apt. Arry Yanuar, M.Si (Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia), Laboratorium Komputasi Biomedik dan Rancangan Obat, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dalam artikelnya berjudul:
"Artificial Intelligence Sebagai Pendekatan Baru dalam Ilmu Kimia Medisinal dan Perannya pada Proses Penemuan Obat"
Berikut artikel lengkapnya:
Pada awalnya penemuan obat banyak diperoleh secara kebetulan (serendipity) seperti penisilin (antibiotik), metformin (anti diabetes), sildenafil (disfungsi ereksi) dan minoksidil (penumbuh rambut).
Secara kebetulan terjadi repurposing atau repositioning dari anti malaria menjadi anti diabetes pada metformin, anti angina menjadi anti difungsi ereksi pada sildenafil, anti hipertensi menjadi penumbuh rambut pada minoksidil.
Penemuan obat yang rasional didukung oleh kemajuan yang pesat dalam berbagai ilmu antara lain ilmu komputer, statistik, biologi molekuler, biofisika, biokimia, farmakokinetik, farmakodinamik dan kimia medisinal.
Kimia medisinal sebagai bagian penting dalam penemuan obat rasional terbagi atas tiga tahapan yaitu (1) tahap penemuan, (2) tahap optimisasi, dan (3) tahap pengembangan.
Berbagai metode dapat digunakan dalam tahap awal penemuan obat rasional seperti: 1) penambatan molekuler (molecular docking), 2) dinamika molekuler (molecular dynamics, MD) 3) pemodelan farmakofor (pharmacophore modeling), dan 4) artificial intelligence (AI).
Proses penambatan molekuler adalah pembentukan model molekuler yang memperlihatkan interaksi antara kompleks protein-ligan. Simulasi dinamika molekular lebih akurat dan dapat diterapkan ketika beberapa kandidat ligan terpilih dari hasil penambatan molekuler.
Pemodelan farmakofor dengan berbagai fiturnya digunakan untuk mencirikan kemampuan struktur molekul untuk mengikat ke lokasi target biologis spesifik.
Keterangan Foto: Prof. DR. apt. Arry Yanuar, M.Si saat menjadi narasumber di Universitas Buana Perjuangan Karawang, 17 Mei 2025 workshop "Implementasi Artificial Intelligence dalam Penemuan Obat" pada 17 Mei 2025.
Metode Artificial Intelligence
Metode artificial intelligence sangat bergantung pada ekstraksi fitur-fitur pada suatu senyawa kimia seperti sidik jari (fingerpint) ataupun deskriptor. Metode machine learning (ML) dalam ranah AI juga telah menunjukkan peran dalam drug repurposing atau drug repositioning.
Kehadiran Big Data termasuk basis data, merupakan hal yang penting dalam penemuan obat sebagai bahan untuk in silico virtual screening dalam rangka drug repurposing.
Beberapa contoh Big Data dan basis data dalam penemuan obat adalah Protein Data Bank, PubChem, ChEMBL, Zinc Database, DrugBank dan HerbalDB (basis data senyawa dari tanaman obat Indonesia).
Uji in vitro diperlukan untuk mengkonfimasi hasil (hit) eksperimen in silico atau hasil simulasi.
Korelasi energi ikatan yang diperoleh secara in silico dari docking atau MD sering dibandingkan dengan eksperimen in vitro.
Tahap Optimisasi melibatkan proses pengembangan hit menjadi lead menggunakan sintesis kimia organik.
Dua Jenis Penerapan
Secara umum, ada dua jenis masalah yang dapat diselesaikan dengan cara ML termasuk Deep Learning (DL) dalam informasi reaksi kimia (reaction informatics).
Jenis pertama adalah prediksi reaksi ke depan (forward reaction prediction), dimana produk diprediksi dari set reaktan yang diberikan.
Jenis kedua adalah prediksi retrosintetik (retrosynthetic prediction), memberikan hasil berupa tahapan reaksi dari suatu produk akhir.
Tahap Pengembangan merupakan tahap berikutnya dalam proses penemuan obat rasional yang melibatkan uji in vivo seperti uji praklinik maupun uji klinik.
Kemungkinan keberhasilan senyawa untuk melanjutkan melalui tahap uji klinis bervariasi dari fase ke fase, dan mengarah pada situasi di mana hanya satu dari 10 senyawa yang memasuki uji klinis yang maju ke persetujuan FDA.
Tingkat kegagalan uji klinis yang tinggi adalah salah satu penyebab utama ketidakefisienan siklus pengembangan obat.
Perkembangan Terbaru
Salah satu perkembangan terbaru AI dan sangat luar biasa adalah penemuan obat PXT3003 untuk pengobatan penyakit neuropati Charcot-Marie-Tooth (CMT) salah satu kelainan langka yang belum ditemukan obatnya, hingga obat ini ditemukan oleh perusahaan Biofarmasi Prancis Pharnext yang baru berdiri pada tahun 2007.
Bahkan perusahaan ini telah mengembangkan sejumlah obat lain yang telah memasuki fase klinik I dan II. Artificial intelligence memberikan akselerasi yang luar biasa dalam penemuan dan pengembangan obat.
Maka tidak heran banyak perusahaan farmasi mulai bermitra dengan startup dan akademisi AI untuk memulai program pengembangan obat, bahkan perusahaan raksasa di luar farmasi bertransformasi untuk pengembangan obat seperti Google dan Facebook Inc.
Kesimpulan. Metode artificial intelligence (AI) memiliki peran yang besar ke depannya dalam pengembangan obat baru baik dari bahan alam, sintetik maupun reposisi dari penggunaan sebelumnya. Redaksi OMAIdigital.id