Kemandirian Obat Nasional terus didorong, terutama dengan memanfaatkan BBO dalam negeri dan meningkatkan pemanfaatan Obat Bahan Alam. |
OMAIdigital.id- Ketergantungan Bahan Baku Obat (BBO) Indonesia dari produsen luar negeri terus diupayakan ditekan. Sejak Indonesia merdeka, ketergantungan BBP Indonesia masih sangat besar yaitu kini hingga lebih dari 90%.
Saat ini, produsen yang menikmati- mensuplly BBO ke Indonesia sebagian besar berasal dari dua negara, yaitu: Tiongkok dan India.
Kementerian Kesehatan menyebutkan dengan adanya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, Indonesia didorong untuk meningkatkan ketahanan farmasi, khususnya mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku obat kimia impor.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, Elfiano Rizaldi menyatakan apresiasinya terhadap upaya pemerintah yang sedang membentuk peraturan terkait impor BBO.
Langkah lain yang dapat diambil pemerintah saat ini adalah memperkuat penelitian. Penting untuk mendorong anggaran penelitian dan pengembangan oleh pemerintah maupun pelaku usaha, guna menyiapkan anggaran yang lebih besar untuk keperluan tersebut, ungkap Elfiano Rizaldi seperti dikutip di laman web beritasatu.com
"Karena bagaimanapun bahan baku obat kimia ini harus juga ditopang oleh research and development," ungkap Elfiano di kantor B-Universe, Tangerang, Banten, Rabu 7 Agustus 2024.
- Berita Terkait: Produsen OBA Mendapat Apresiasi Badan POM, OMAI Fitofarmaka Masuk JKN untuk Kemandirian Obat
- Berita Terkait: HerbaKOF: Obat Modern Asli Indonesia Memperoleh Halal Award
- Berita Terkait: Pusat Riset OMAI Dexa Group Dikunjungi Menkes. Hilirisasi Obat Bahan Alam Dukung Ketahanan Kesehatan
Selain penguatan riset, Elfiano juga mengatakan industri farmasi Indonesia juga bergantung pada industri kimia dasar. Ia berharap pemerintah dapat segera membangun pabrik kimia dasar yang juga dapat memproduksi bahan kimia untuk obat-obatan.
Produksi BBO dapat Merunkan Impor 1,5 T
Merebaknya isu pada industri kesehatan membuat pertemuan lintas stakeholder menjadi relevan dan penting untuk dilakukan.
Plt Kepala BPOM, Rizka Andalusia mengapresiasi B-Universe atas inisiatifnya untuk mengadakan focus group discussion (FGD) untuk memperlancar komunikasi dan menelurkan gagasan positif bagi industri kesehatan Tanah Air.
Rizka yang juga menjabat sebagai direktur jenderal kefarmasian dan alat kesehatan Kementerian Kesehatan menjelaskan situasi yang dihadapi BPOM, tantangan, serta peluang yang dimiliki oleh sektor kesehatan Indonesia di masa depan.
"Terjadi pergeseran dari apa yang menjadi program dari pemerintah, kemudian apa yang kita ingin agar ada keterlibatan dari masyarakat juga, dan juga literasi didukung pada masyarakat. Jadi, hari ini B-Universe sudah mengumpulkan berbagai stakeholder yang terkait dengan industri farmasi dan alat kesehatan. Yang kita sama-sama ingin mencapai tujuan kemandirian di sektor kefarmasian dan alat kesehatan," ucap Rizka seusai FGD di HQ B-Universe di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (7/8/2024).
Salah satu poin yang dibahas oleh Rizka pada pertemuan hari ini adalah peluang pertumbuhan investasi alat kesehatan. Diketahui rata-rata pertumbuhan investasi industri alat kesehatan pada 2021-2023 mencapai 731% dengan total nilai investasi industri alat kesehatan sebesar Rp 1,6 triliun.
Rizka juga menyoroti usaha BPOM dan pelaku industri kesehatan untuk mengembangkan industri bahan baku obat (BBO) dalam negeri untuk menekan impor. Rizka menyebut terdapat potensi penurunan impor sebesar 21,54% atau senilai Rp 1,5 triliun apabila Indonesia dapat memproduksi 22 BB0.
"Ada 10 bahan baku obat prioritas yang kita sudah pilih, itu kalau misalnya termanfaatkan seluruhnya untuk industri farmasi Indonesia, maka akan terjadi penurunan 19,5% dari nilai impor atau Rp 1,5 triliun. Nah, itu harapannya di tahun ini bisa tercapai, sehingga tahun depan terjadi penurunan nilai impor tersebut. Kalau tahun ini terjadi dilakukan chain source atau kemanfaatan bahan baku obat tersebut, maka diharapkan tahun depan terjadi penurunan sebesar 1,5 triliun," tambah Rizka.
Diketahui, saat ini BPOM tengah menyusun regulatory impact assesment bersama Kementerian Perindustrian yang akan digunakan sebagai dasar untuk pengaturan tata niaga impor BBO. Jika berhasil, maka ini menjadi bagi peluang bagi sektor swasta nasional.
"Ya, pasti oleh pihak swasta. Jadi bahan baku obatnya sudah diproduksi oleh dua produsen bahan baku obat dalam negeri saat ini. Ada Kimia Farma, kemudian ada Brightgene. Nah, bahan baku tersebut jika dimanfaatkan oleh industri farmasi kita dalam negeri, itu akan sangat-sangat bermanfaat untuk menurunkan nilai impor bahan baku obat," pungkasnya. Redaksi OMAIdigital.id