![]() |
Suasana kegiatan Membangun Kemandirian Nasional Obat Bahan Alam melalui Dukungan Pasokan Bahan Baku yang Aman dan Bermutu di Jakarta. Foto: Dok. BPOM |
OMAIdigital.id- Badan POM pada 27 Juli 2023 menyelenggarakan kegiatan dengan tema "Membangun Kemandirian Nasional Obat Bahan Alam melalui Dukungan Pasokan Bahan Baku yang Aman dan Bermutu," di Jakarta.
Pada kesempatan tersebut diatas, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny K Lukito menyampaikan harapannya agar produk obat berbahan alam atau herbal dapat masuk dalam daftar obat rujukan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Harapannya produk obat berbahan alam dapat masuk dalam program JKN," katanya sebagaimana dikutip oleh sejumlah media massa nasional.
Saat ini, lanjut Kepala Badan POM. pihaknya gencar mendorong percepatan pengembangan obat berbahan alam, baik fitofarmaka, jamu, dan obat tradisional yang sudah standar. Badan POM juga mendorong pemanfaatan obat berbahan alam ini, termasuk di klinik kesehatan, fasilitas kesehatan, dan berbagai tempat pelayanan kesehatan lain, melalui dukungan Kementerian Kesehatan.
Optimalisasi penggunaan obat berbahan alam dilakukan agar semakin bermanfaat bagi masyarakat mengingat Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang dapat digunakan menjadi obat.
"Alhamdulillah sudah keluar penerbitan Formularium Fitofarmaka, ini bagian dari percepatan yang didorong Satuan Tugas Percepatan Pengembangan dan Peningkatan Pemanfaatan Jamu dan Fitofarmaka," tegasnya.
Penny Lukito menambahkan bahwa saat initerdapat 15 ribu obat tradisional yang sudah terdaftar di BPOM, 81 produk obat herbal terstandar dan 22 produk Fitofarmaka. "Ini adalah peluang yang perlu terus kita dorong sehingga akan mendukung betul-betul adanya pengembangan dan pemanfaatan obat-obat2an berbahan alam," ujar dia.
"Ini menjadi momentum yang harus kita tindaklanjuti di setiap regulasi. Kebijakan yang dikeluarkan sudah harus disambut dengan kegiatan dan diberikan anggaran untuk bisa bergerak dan menjadikan suatu hasil yaitu perubahan," kata Penny mengingatkan.
- Berita Terkait: UU Kesehatan dan Optimalisasi Pemanfaatan Obat Herbal Berbasis Evidence Base di Pelayanan Kesehatan
- Berita Terkait: Tiga Perusahaan Dexa Group Mendapat Penghargaan Menkes, Komitmen Dukung Kemandirian Farmasi Nasional
- Berita Terkait: Tingkatkan Penggunaan Fitofarmaka di Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Sosialisasikan RKO
Pengembangan Fitofarmaka untuk Digunakan di Pelayanan Kesehatan Terbuka Lebar
Diantara masalah utama yang dihadapi industri dan usaha obat tradisional adalah masalah kualitas, kuantitas, dan kontinuitas bahan baku obat tradisional, baik berupa simplisia maupun ekstrak.
Sehingga saat ini, bahan baku ekstrak lebih diminati karena mutunya dapat distandardisasi, masa simpan yang lebih lama, dan besaran kemasan yang lebih praktis/tidak voluminus.
Untuk meningkatkan akses industri dan usaha obat tradisional terhadap bahan baku ekstrak yang terjamin dan tertelusur sumber pasokannya, BPOM menyelenggarakan rangkaian kegiatan bertajuk "Membangun Kemandirian Nasional Obat Bahan Alam melalui Dukungan Pasokan Bahan Baku yang Aman dan Bermutu."
Kegiatan ini dihadiri oleh peserta yang merupakan perwakilan dari kementerian, lembaga, praktisi dan akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB), perwakilan profesi, asosiasi dan pelaku usaha di bidang obat bahan alam, kosmetik, dan pangan.
Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito, dalam sambutannya menyampaikan bahwa terdapat 1.060 sarana produksi obat bahan alam yang memproduksi berbagai item produk, termasuk jamu. "Hingga saat ini, lebih dari 15.000 obat tradisional, 81 produk obat herbal terstandar, dan 22 produk fitofarmaka terdaftar di BPOM,"ungkap Penny K. Lukito seperti dikutip dilaman web Badan POM.
Hal ini, menurutnya, menunjukkan ruang untuk pengembangan obat bahan alam sebagai obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka agar dapat digunakan pada pelayanan kesehatan secara formal masih terbuka lebar.
Lebih lanjut, Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat bahan alam berbeda dengan obat konvensional yang produksinya sangat bergantung dengan ketersediaan bahan baku impor. Obat bahan alam seharusnya relatif lebih mudah dikembangkan karena didukung ketersediaan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia.
"Kebijakan serta aksi nyata mewujudkan stabilitas ketersediaan bahan baku obat bahan alam perlu dilakukan untuk menjamin keberlangsungan produksi obat bahan alam. Ini sejalan dengan arahan Presiden bahwa kekayaan dan keragaman hayati Indonesia harus menjadi modal dasar kebangkitan industri obat dalam negeri, serta penguatan ketahanan kesehatan masyarakat," tegasnya.
Di Indonesia, saat ini terdapat 18 industri ekstrak bahan alam (IEBA) yang telah tersertifikasi cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPTOB), namun kapasitasnya belum diberdayakan secara maksimal. Beberapa industri obat tradisional (IOT) dan IEBA juga telah memulai penjaminan mutu ekstrak yang diproduksi dari sisi hulu yaitu pembibitan, pembiakan, dan pembudidayaan. Redaksi OMAIdigital.id