Multiplier Effect Dahsyat: Fitofarmaka Masuk JKN, Membawa Perubahan Positif Sistem Kesehatan
Tanggal Posting : Minggu, 23 Maret 2025 | 14:36
Liputan : Redaksi OMAIdigital.id - Dibaca : 151 Kali
Multiplier Effect Dahsyat: Fitofarmaka Masuk JKN, Membawa Perubahan Positif Sistem Kesehatan
Kebijakan Fitofarmaka Masuk JKN akan memberikan banyak dampak positif untuk kesehatan masyarakat Indonesia.

OMAIdigital.id- Redaksi OMAIdigital secara serial akan menurunkan artikel tentang Multiplier Effect Fitofarmaka jika masuk dalam Sistem JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)- BPJS Kesehatan-sebagai bagian dari proses hilirisasi sektor Farmasi memanfaatkan kekayaan Obat Bahan Alam (OBA) Nusantara.

Berikut ini pendapat Wakil Ketua Bidang Pembinaan Pengembangan Obat dan Yankestrad Holistik PB IDI (2022-2025), Dr.dr.Slamet Sudi Santoso, Mpd.Ked:

Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, dengan berbagai jenis tanaman obat yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu Fitofarmaka.

Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia. Bahan baku obat-obatan berbahan alami jumlahnya sangat berlimpah dan sudah dimanfaatkan untuk menjaga Kesehatan secara turun temurun (empiris).

Merujuk pada data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dari 30 ribu spesies tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat, sedikitnya ada 7.500 jenis tanaman yang diketahui berkhasiat obat dengan 800 di antaranya sudah dimanfaatkan menjadi bahan jamu.

Pemanfaatan kekayaan alam ini dapat meningkatkan kemandirian Indonesia dalam produksi obat dan bahan baku obat.

2.DR.Slamet FF dan JKN

Selain itu masyarakat Indonesia memiliki tradisi panjang dalam penggunaan obat herbal. Tren global juga menunjukkan peningkatan minat terhadap pengobatan herbal yang alami dan minim efek samping.

Dalam relief Candi Borobudur juga terpahat pemakaian jamu dan juga menurut data relief yang bisa diamati pada relief Karmawibhangga terdapat panil yang menggambarkan adegan pertolongan terhadap orang sakit, rasa bersyukur kesembuhan sakit, pun proses kelahiran yang dilakukan dukun beranak.

Pada perkembangan ilmu kedokteran yang mengedepankan semua proses pengobatan dengan berbasis ilmiah dan bukti (evidance based) maka di Kembangan jamu menjadi suatu Fitofarmaka yang telah melalui uji praklinik dan uji klinik, sehingga keamanan dan khasiatnya terjamin.

Fitofarmaka berpotensi untuk menjadi alternatif atau komplementer terhadap obat konvensional dalam pengobatan berbagai penyakit dalam layanan kesehatan di era modern ini. Dengan menggalai potensi obat bahan alam ini merupakan Upaya dari Kemandirian Farmasi:

Dengan masuknya Fitofarmaka kedalam JKN, akan dapat meningkatkan kemandirian farmasi Indonesia, dan mengurangi ketergantungan akan bahan baku obat dari luar negeri.

Selain itu dengan penggunaan Fitofarmaka yang tepat dalam layanan kesehatan dapat berpotensi menurunkan biaya pengobatan secara keseluruhan.

Setelah melalui bebebrapa proses uji maka secara umum, Fitofarmaka cenderung memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat konvensional sintetik. Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa aktif yang lebih kompleks dan alami.

Fitofarmaka juga sering digunakan sebagai pengobatan komplementer untuk meningkatkan efektivitas pengobatan konvensional. Misalnya, Fitofarmaka dapat membantu mengurangi efek samping kemoterapi atau meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis.

Diharapkan dengan penggunaan fitofarmaka maka semakin banyak penelitian tentang herbal/obat bahan alam yang dilakukan terhadap sumber daya alam Indonesia menunjukan hasil yang positif atas penggunaan Fitofarmaka dalam preventif,kuratif dan rehabilitative di layanan kesehatan.

3.DR.Slamet FF dan JKN

Seperti contoh, beberapa jenis Fitofarmaka sudah terbukti efektif dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menurunkan kadar gula darah, dan meredakan peradangan.

Selain itu penggunaan Fitofarmaka juga harus dilakukan secara rasional dan berdasarkan bukti ilmiah. Dengan masuknya Fitofarmaka dalam Jaminan Kesehatan nasional akan menjadi hal yang baik bagi pemangku kepentingan sebagai berikut :

• Kementerian Perindustrian:

  • Peningkatan produksi dan daya saing industri farmasi dalam negeri, khususnya Fitofarmaka.
  • Pengembangan teknologi dan inovasi dalam pengolahan bahan baku obat herbal.
  • Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan investasi di sektor industri farmasi

Kementerian Pertanian:

  • Peningkatan permintaan dan nilai tambah produk pertanian sebagai bahan baku Fitofarmaka.
  • Pemberdayaan petani dan peningkatan kesejahteraan mereka melalui budidaya tanaman obat.
  • Pengembangan praktik pertanian yang baik (Good Agricultural Practices/GAP) untuk menjamin kualitas bahan baku.

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan):

  • Pengawasan ketat terhadap keamanan, mutu, dan khasiat Fitofarmaka yang beredar di pasaran.
  • Penyusunan regulasi dan standar yang jelas untuk Fitofarmaka dalam JKN.
  • Peningkatan edukasi kepada masyarakat tentang penggunaan Fitofarmaka yang aman dan tepat.

• Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Asosiasi Profesi Nakes Lain:

  • Penyusunan pedoman penggunaan Fitofarmaka yang berbasis bukti ilmiah dalam Panduan Praktik Klinis di layanan kesehatan.
  • Peningkatan kompetensi tenaga medis dan kesehatan dalam penggunaan Fitofarmaka.
  • Kolaborasi dengan peneliti dan industri farmasi untuk pengembangan Fitofarmaka.

4.DR.Slamet FF dan JKN

Rumah Sakit:

  • Penyediaan Fitofarmaka sebagai salah satu pilihan terapi bagi pasien.
  • Pengintegrasian Fitofarmaka dalam sistem pelayanan kesehatan.
  • Peningkatan efisiensi biaya pengobatan dengan penggunaan Fitofarmaka yang tepat.
  • Untuk meningkatkan pemakaian Fitofarmaka, maka pemakaian Fitofarmaka menjadi salah satu syarat penilaian untuk penetapan akreditasi Rumah Sakit.

5.DR.Slamet FF dan JKN

Masyarakat:

  • Akses yang lebih luas terhadap pengobatan obat bahan alam yang terjamin keamanan dan khasiatnya.
  • Pilihan pengobatan yang lebih beragam dan sesuai dengan preferensi individu.
  • Potensi penurunan biaya pengobatan secara keseluruhan.

Kampus Pendidikan Kedokteran dan Peneliti:

  • Peningkatan penelitian dan pengembangan Fitofarmaka berbasis bukti ilmiah.
  • Pengintegrasian ilmu farmakologi herbal dalam kurikulum pendidikan kedokteran.
  • Kerjasama dengan industri farmasi untuk menghasilkan inovasi Fitofarmaka.

• Perusahaan Farmasi dan UMKM:

  • Peluang pasar yang lebih besar untuk produk Fitofarmaka.
  • Peningkatan investasi dan pengembangan produk Fitofarmaka.
  • Pemberdayaan UMKM dalam pengolahan bahan baku obat herbal.

6.DR.Slamet FF dan JKN

Dampak Positif Kebijakan fitofarmaka masuk dalam JKN:

  • Peningkatan kemandirian Indonesia dalam produksi obat dan bahan baku obat.
  • Pengurangan ketergantungan pada obat impor.
  • Peningkatan pemanfaatan kekayaan alam Indonesia.
  • Pengembangan pengobatan yang lebih personal dan holistik.
  • Peningkatan ekonomi nasional.

Kebijakan ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam sistem kesehatan Indonesia, dengan memanfaatkan potensi Fitofarmaka secara optimal.


Kolom Komentar
Berita Terkait

Copyright 2024. All Right Reserved

@omaidigital.id

MENULIS sesuai FAKTA, MENGABARKAN dengan NURANI

Istagram dan Youtube: