Ketahanan Obat Nasional dan Kerangka Hukum: Analisis Implementasi UU Kesehatan 2023
Tanggal Posting : Jumat, 27 Desember 2024 | 14:19
Liputan : Redaksi OMAIdigital.id - Dibaca : 349 Kali
Ketahanan Obat Nasional dan Kerangka Hukum: Analisis Implementasi UU Kesehatan 2023
Ini dia analisis implementasi UU Kesehatan 2023 oleh Pakar Hukum HAKI Sektor Kesehatan, Prof. Raymond Tjandrawinata.

OMAIdigital.id-  Berdasrkan sudut pandang utilitarianisme dan teori hukum progresif, studi tentang ketahanan obat nasional menunjukkan bahwa kebijakan farmasi berfungsi sebagai instrumen regulasi dan alat strategis untuk mencapai kesejahteraan sosial yang lebih luas. 

Teori utilitarianisme, yang berfokus pada pemaksimalan manfaat sosial, memberikan panduan untuk memastikan akses yang adil dan terjangkau terhadap obat-obatan esensial. 

Di sisi lain, pendekatan hukum progresif menawarkan fleksibilitas hukum yang adaptif terhadap dinamika sosial-ekonomi, mendorong inovasi, dan mendukung kemandirian industri farmasi nasional. 

Transformasi kebijakan yang didasarkan pada integrasi kedua teori ini memiliki potensi yang signifikan untuk menciptakan ekosistem farmasi yang mandiri, inklusif, dan berkelanjutan. 

Kebijakan inklusif harus mencakup penguatan industri lokal melalui insentif fiskal, modernisasi teknologi, dan dukungan untuk penelitian dan pengembangan berbasis keanekaragaman hayati. 

Demikian dikemukakan oleh Prof. Raymond R. Tjandrawinata, SH, PhD, MS, MBA, FRSPH, Pakar Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Sektor Kesehatan dalam artikelnya berjudul "National Drug Resilience within the Legal Framework: An Analysis of Regulation and Implementation of Law Number 17 of 2023," yang ditulis bersama  Ina Heliany.  

Prof. Raymond Tjandrawinata menilai pentingnya untuk memberikan perhatian khusus pada peran strategis HAKI dalam mendorong kemajuan inovasi medis, menjamin perlindungan hak penemu, serta mempercepat distribusi Teknologi Farmasi yang berdampak luas bagi masyarakat.

Hal diatas dikemukakannya tidak terlepas dari latar belakang- Prof. Raymond Tjandrawinata sebagai Pakar Terkemuka di Bidang Farmakologi Molekuler dan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI), yang memiliki kontribusi signifikan dalam pengembangan dan regulasi Farmasi di Indonesia. 

Prof. Raymond Tjandrawinata kini juga dikenal sebagai Pakar Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di Sektor Kesehatan, dengan fokus pada perlindungan inovasi farmasi, regulasi paten obat, serta hubungan antara HAKI dan akses kesehatan global.

Peminatan yang mendalam terhadap aspek hukum di sektor kesehatan, Prof. Raymond memiliki perhatian khusus pada peran strategis HAKI dalam mendorong kemajuan inovasi medis, menjamin perlindungan hak penemu, serta mempercepat distribusi teknologi farmasi yang berdampak luas bagi masyarakat.

Pakar Hukum HAKI 2

Saat ini, Prof. Raymond sedang melanjutkan program doktor hukum di Universitas Pelita Harapan, memperdalam riset dan kontribusi akademis dalam ranah hukum dan kesehatan. 

Keahlian multidisiplin yang dimiliki beliau menjadikannya sosok yang berperan penting dalam menjembatani ilmu pengetahuan, regulasi, dan inovasi farmasi, dengan tujuan menciptakan ekosistem kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan.

Ketahanan Obat Nasional dan Kerangka Hukum: Implementasi UU Kesehatan Tahun 2023

Dalam International Journal of Science and Society, Volume 6, Issue 4, 2024, Raymond R. Tjandrawinata, dan Ina Heliany (Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, dan Universitas IBLAM, Jakarta) menulis makalah berjudul "National Drug Resilience within the Legal Framework: An Analysis of Regulation and Implementation of Law Number 17 of 2023."

Di dalam Abstrak disebutkan bahwa Ketahanan obat nasional merupakan pilar fundamental untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan kesehatan di Indonesia. Penguatan ketahanan ini telah menjadi mandat strategis yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menekankan peran penting produksi farmasi, vaksin, alat kesehatan, dan obat berbahan dasar bahan alam untuk mendukung sistem kesehatan nasional. 

Artikel ini mengkaji aspek regulasi, implementasi, dan tantangan dalam mewujudkan ketahanan obat nasional melalui pendekatan yuridis normatif.

Integrasi teori hukum progresif, utilitarianisme, dan model negara kesejahteraan merupakan kerangka analisis utama untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan. 

Pendekatan ini diperkuat oleh perspektif hak asasi manusia, khususnya hak atas kesehatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28H UUD 1945 dan kerangka kerja internasional seperti ICESCR. 

Temuan penelitian ini menyoroti bahwa sinergi antara kebijakan hukum adaptif, penguatan penelitian dan inovasi berbasis keanekaragaman hayati, dan dukungan terhadap industri lokal merupakan kunci untuk mengurangi ketergantungan pada bahan impor dan meningkatkan daya saing global. 

Artikel ini memberikan kontribusi terhadap literatur hukum lokal dengan mengintegrasikan teori hukum dengan kerangka kerja hak asasi manusia dalam konteks kebijakan farmasi sekaligus menawarkan rekomendasi praktis untuk mendukung kebijakan ketahanan obat yang berkelanjutan. 

Artikel ini memberikan landasan teoritis dan strategis untuk memperkuat sistem perawatan kesehatan nasional melalui pendekatan hukum yang inklusif dan progresif.

Pakar Hukum HAKI 1

Sejumlah Kesimpulan Penting

Dalam artikel yang komprehensif ini, disebutkan beberapa kesimpulan penting yang perlu mendapat perhatian para pihak, berikut ini, kutipan lengkapnya:

Melalui sudut pandang utilitarianisme dan teori hukum progresif, studi tentang ketahanan obat nasional menunjukkan bahwa kebijakan farmasi berfungsi sebagai instrumen regulasi dan alat strategis untuk mencapai kesejahteraan sosial yang lebih luas. 

Teori utilitarianisme, yang berfokus pada pemaksimalan manfaat sosial, memberikan panduan untuk memastikan akses yang adil dan terjangkau terhadap obat-obatan esensial. 

Di sisi lain, pendekatan hukum progresif menawarkan fleksibilitas hukum yang adaptif terhadap dinamika sosial-ekonomi, mendorong inovasi, dan mendukung kemandirian industri farmasi nasional. 

Transformasi kebijakan yang didasarkan pada integrasi kedua teori ini memiliki potensi yang signifikan untuk menciptakan ekosistem farmasi yang mandiri, inklusif, dan berkelanjutan. 

Kebijakan inklusif harus mencakup penguatan industri lokal melalui insentif fiskal, modernisasi teknologi, dan dukungan untuk penelitian dan pengembangan berbasis keanekaragaman hayati. 

Lebih jauh, regulasi adaptif dan kolaborasi multisektor harus diperkuat untuk memastikan akses universal terhadap obat-obatan yang aman, efektif, dan terjangkau. 

Pendekatan holistik ini mendukung kemandirian farmasi nasional dan membangun ketahanan obat sebagai landasan penting dalam sistem hukum kesehatan. 

Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia dapat memperkuat peran hukum sebagai pendorong inovasi, keadilan sosial, dan daya saing global di sektor farmasi. 

Implementasi terpadu dari kebijakan-kebijakan ini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap kesehatan masyarakat sekaligus meningkatkan posisi Indonesia di peta industri farmasi internasional.Redaksi OMAIdigital.id


Kolom Komentar
Berita Terkait

Copyright 2024. All Right Reserved

@omaidigital.id

MENULIS sesuai FAKTA, MENGABARKAN dengan NURANI

Istagram dan Youtube: