![]() |
Menkes, Budi Gunadi Sadikin bersama Tim Yayasan Kampung Adat Nusantara dan Tim Pakar yang akan bergerak membantu memberdayakan masyarakat adat. |
OMAIdigital.id- Indonesia memiliki biodiversitas terbesar kedua di dunia, tetapi sudahkah kita memanfaatkannya secara optimal? Bayangkan jika kekayaan alam biodiversitas dijadikan unggulan sebagai Obat Bahan Alam (OBA) dari kampung adat, hilirisasi oleh produsen UMKM, hingga produsen nasional.
Maka potensi nasional ini, akan menjadi keunggulan daya saing bangsa. Bahkan, saatnya kini Indonesia menjadi pusat herbal dunia..!
Dari hutan tropis ke laboratorium modern, kita dapat membawa warisan leluhur ke panggung global, menyehatkan masyarakat dunia, sekaligus menggerakkan ekonomi lokal dan nasional.
Keterangan Foto: Menkes, Budi Gunadi Sadikin bersama masyarakat Baduy Dalam pada 5 November 2021, meninjau kondisi kesehatan masayarakar adat.
Hal ini, selaras dengan program Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto yang memiliki 17 Program Prioritas dan Delapan Program Hasil Terbaik Cepat untuk dicapai pemerintahannya bersama Kabinet Merah Putih.
Satu diantara Progam Prioritas adalah: Melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi berbasiskan sumber daya alam (SDA) dan maritim untuk membuka lapangan kerja yang seluas- luasnya dalam mewujudkan keadilan ekonomi.
Mengembangkan Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, dan Budaya Desa Adat
Siang yang cerah- (Senin, 24 Februari 2024, sekitar pukul 13.30 WIB), Menteri Kesehatan RI., Budi Gunadi Sadikin menerima audiensi Tim Yayasan Kampung Adat Nusantara dan Tim Pakar yang akan menjadi motor pemberdayaan Kampung Adat Nusantara di Kantor Kemenkes, di Jakarta.
Diskusi dibuka oleh Wakil Ketua Yayasan Kampung Adat Nusantara, Rahmi Hidayati, yang menjelaskan rencana kegiatan di sejumlah Kampung Adat Nusantara dan visi, misi, serta nilai-nilai yang akan dijadikan landasan menjalankan berbagai program.
Kemudian Founder JamuDigital.Com dan OMAIdigital.id, Karyanto menyampaikan perlunya merajut kekayaan alam Indonesia berupa tanaman obat, mulai dari potensi penggunaan di masyarakat adat, hingga hilirisasi Obat Bahan Alam untuk kesehatan masyarakat global.
Keterangan Foto: Menkes, Budi Gunadi Sadikin menanam pohon di kawasan Baduy Dalam bersama masyarakat adat.
"Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul. Desa adat juga dikenal sebagai desa pakraman. Kami ingin pemberdayaan di sektor ekonomi, kesehatan dan sosial budaya," ungkap Rahmi Hidayati.
"Mohon Pak Menteri Kesehatan dapat mendukung program kami," harap Rahmi Hidayati, yang langsung dijawab Menkes Budi Gunadi Sadikin, "Iya kita dukung.....aspek kesehatannya ya...!"
Pada kesempatan ini, Menkes Budi Gunadi Sadikin didampingi oleh Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Prof. Asnawi Abdulllah, Ph.D, Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas, Maria Endang Sumiwi, Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Primer, Roy Himawan dan Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Elvieda Sariwati.
Tampak hadir juga, antara lain: Pakar Totok Punggung, Ustadz Aburrahman, Dokter Monang, Bendahara Yayasan Kampung Adat Nusantara, Dessy Ayu Widianty.
Keterangan Foto: Penampakan Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar, di Sukabumi, Jawa Barat.
Menurut data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rahmi Hidayati menjelaskan bahwa Indonesia memiliki 2.161 komunitas adat per 9 Agustus 2022. Dari jumlah tersebut, mayoritas atau 750 komunitas adat berada di Kalimantan.
Sebanyak 649 komunitas adat bermukim di Sulawesi. Kemudian, ada 349 komunitas adat yang terletak di Sumatera.
Ada pula 175 komunitas adat yang berada di Maluku. Sebanyak 139 komunitas adat terletak di Bali dan Nusa Tenggara. Di Papua, tercatat ada 54 komunitas adat. Sedangkan, 45 komunitas adat berlokasi di Jawa.
Kebijakan Strategis Kemenkes Bidang Obat Bahan Alam
Founder JamuDigital.Com/OMAIdigital.id, Karyanto menyampaikan bahwa "Kebijakan Menteri Kesehatan tentang Formularium Fitofarmaka pada Mei 2022 sudah sangat tepat sebagai acuan perencanaan dan pengadaan Fitofarmaka agar tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan," jelasnya.
Fitofarmaka yang beberapa tahun terakhir dikenalkan sebagi Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) ini, pengadaannya untuk digunakan di Pelayanan Kesehatan menggunakan DAK (Dana Alokasi Khusus), dana kapitasi, APBD yang jumlahnya sangat terbatas.
Hilirisasi Obat Bahan Alam (OBA) akan paripurna, Karyanto melanjutkan, jika Produk OMAI Fitofarmaka dapat masuk dalam program BPJS Kesehatan. Sehingga dapat diakses oleh peserta BPJS Kesehatan.
Pada kesempatan tersebut, Karyanto juga menjelaskan bahwa dari hasil wawancaranya dengan puluhan dokter di ASEAN (Filipina, dan Kamboja) beberapa tahun lalu, mereka mengapresiasi produk Fitofarmaka Indonesia dengan meresepkan Fitofarmaka untuk para pasien.
Ada tiga alasan. Pertama: Risetnya tampil di Jurnal Internasional. Kedua: Trust kepada Produsen. Ketiga: Skema Paten Internasional.
"Saya pernah jadi wartawan Pak Menteri, jadi kalau sedang ke luar negeri, sering tanya-tanya dokter dan penjual herbal diberbagai negara tentang herbal Indonesia," ungkap Karyanto.
Jadi Pak Menteri, Hilirisasi Obat Bahan Alam Nusantara sudah berjalan sangat baik, dan itu didukung oleh semua stakeholders terkait.
"Satu step lagi....dengan obat bahan alam yang sudah teruji klinis masuk PBJS Kesehatan, maka jadi utuh ekosistemnya," Karyanto menambahkan.
Produsen Fitofarmaka seperti Dexa Medica Group, Phapros, dan yang lainnya akan makin gencar melakukan hilirisasi Obat Bahan Alam hingga tahap uji klinis, apabila pasar BPJS Kesehatan dibuka.
Pada kesempatan tersebut, Karyanto mohon kesediaan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin berkenan meberikan Kata Sambutan pada eBook yang ditulisnya bertema Hilirisasi Biodiversitas Nusantara, Merajut Kearifan Lokal Menuju Pasar Dunia. Redaksi OMAIdigital.id